Home

I’M GETTING MARRIED..OMG…

1 Comment

UNBELIEVABLE!

Itu kata yang terungkap dengan jelas di hatiku saat itu. Kau memintaku untuk menemanimu seumur hidupmu. Terima Kasih!

Aku teringat kala itu di suatu malam, aku bercengkerama dengan dua orang anak kos yang telah kuanggap sebagai kakak sendiri. Kami berdiskusi sebagaimana yang selalu kami lakukan di saat kami sedang senggang dari kesibukan masing-masing. Sore itu kami membahas tentang perkawinan. Usia kedua orang itu telah memasuki 25 tahun, sementara aku masih 22 tahun. Ketika tengah berbincang-bincang, mereka tiba-tiba menanyakan kepadaku usia berapa aku merencanakan akan menikah. Aku menjawab 28 tahun maksimal! Entah mengapa aku menjawab seperti itu, tapi di pikiranku, 28 adalah usia yang pas untuk berumah tangga, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lama.

Enam tahun kemudian..

Kau menanyakan satu hal kepadaku, apakah aku mau menikah. Saat itu usiaku 27 tahun. “Luar biasa”, pikirku saat itu. Aku terkenang kembali saat kami bercengkerama di kos sederhana di Bandung saat itu. Tuhan itu baik, baik sekali. Ternyata yang menurut aku itu sebuah candaan, dibuatNya menjadi kenyataan. Aku mengatakan iya untuk menemanimu di sepanjang umurmu. Sejak kita memutuskan hal itu, kita bergerak bersama mempersiapkan segalanya. Kita hanya memliki waktu 6 bulan untuk mempersiapkan segalanya, ah mungkin juga tidak sampai. Tawa, tangis, marah, senang semuanya kita lewati.  Tapi, hujan tidak selamanya petaka.  Akan ada yang tumbuh subur sesudah segalanya layu.

13 Mei 2017! That’s the biggest happiest day ever in our life!

_16[1]Di depan pendeta dan para jemaat kita mengikrarkan seiya sekata sehidup semati. Aku bahagia menjadi pendampingmu seumur hidupku. Kuharap kau juga begitu.

Yang menambah kebahagiaanku saat itu adalah banyak sekali orang yang datang. Banyak sekali, sungguh di luar prediksiku. Sahabat-sahabatku pun datang untuk merasakan kebahagiaanku. Ah! Bahagia sekali rasanya hari itu. Banyak orang yang datang, banyak keluarga yang membantu, dukungan orang tua yang luar biasa, semuanya serasa mustahil bagiku. Tuhan memang memberikan segala sesuatunya di luar prediksi anak-anakNya. Bagaimana aku tidak semakin jatuh cinta kepadaNya?

Super Mom and Super Dad

Kedua orang tua yang selalu mendukung di kala susah dan senang..Thanks for your support Great parentsss 😀

Women behind the scene yang bawain ke salon buat perawatan dan dandan :*

Ketika kurasakan jatuh cinta kepada Maha Pencipta, aku juga semakin jatuh cinta kepadamu. Kuharap sampai memutih menua bersamamu, kan kutuai kebahagiaan yang lebih lagi. Memang tidak ada laut yang selalu tenang. pasti ada gelombang besar dan kecil silih berganti. Akan tetapi, nakhoda yang baik akan mampu mengendalikannya. Terima Kasih telah mempercayaiku. I love you.

_26[1].jpg

Apa Yang Kau Tabur, Itu Yang Kau Tuai

Leave a comment

Semakin dewasa kita, semakin bertambah umur semakin banyak pula tuntutan yang harus dikerjakan. Tuntutan zaman dan era yang sedang kita lalui, secara tidak langsung membawa kita ke arus globalisasi yang tidak terkendali dan keegoisan yang merajalela. Kita terlalu sibuk mengikuti apa kemauan dunia dan apa yang menjadi kemauan daging sendiri. Di tengah tuntutan kaum milenial sekarang seringkali kita lupa jikalau kita hidup bersama dengan manusia lain yang secara tidak sengaja  membuat diri kita stres, pikiran terkuras habis, istirahat kurang bahkan sampai mengabaikan dunia luar, dunia sosial sekitar kita sendiri. Ya, Aku tidak mau munafik, Aku salah satu di dalamnya.

Aku tidak menganggap bahwa diriku seorang yang baik saat ini. I’ve never seen myself as the greatest person in the world, but I’m not one to shy away from challenge. I am first and foremost, a human being. And so is everyone else. Jadi, tidak heran kalau Aku pun terikut dengan arus zaman sekarang. Dua puluh empat jam sehari, sebagian besar dari waktuku kuhabiskan di lingkungan kerjaku. Aku bekerja bersama teman-teman sekantorku untuk mencapai tujuan pemerintah dengan dibimbing oleh seorang kepala.  Banyak perihal yang terjadi di dunia kerja yang membuat kami terkadang tidak mengenal rasa empati dan simpati, rasa iba dan kasihan. Always get complaint about how demanding our work is. The Boss even on her day offs, she always had something from work to catch up on, didn’t dare take vacation days, she seemed to almost always take lunch at her desk. One thing that affected me the most was her outlook on how people judge us in this work. Tidaklah menjadi hal yang mengejutkan jika terkadang Aku (mungkin teman-temanku yang lain) berpikir, no matter how close you work together, your colleagues’ opinion – even when they’re about your work – are subject to a lot of background factors. Nothings is ever entirely about you. It’s also about their baggage. Bisakah kau membayangkan jika itu terjadi terus selama 24 jam 7 hari seminggu dalam hidupmu? You’ll lose your life, dude!

Dari kesibukanku akan kerjaan, hari itu Hari Kamis, 01 Juni 2017. Hari lahirnya Pancasila dan kami melakukan upacara di pagi hari. Begitu selesai upacara, Aku dan teman seunitku masih bekerja menghitung jumlah kartu yang telah kami cetak untuk bulan itu. Selesainya dari kerjaan itu, Aku dijemput oleh suamiku. Di tengah perjalanan, dia mengajak untuk sarapan kesiangan (we call it brunch as well) dan Aku menyetujuinya. Sesaat kami menunggu sarapan datang, tiba-tiba ada seorang anak kecil menjual kue donat. Dia menawarkan donatnya ke pembeli satu per satu di tempat makan tersebut, termasuk ke kami. Tidak ada seorang pun yang membeli, termasuk Aku saat itu. Di saat yang bersamaan, suamiku sedang menelpon teman kantornya. Selesai menelpon, dia memanggil anak itu kembali dan mengajaknya berbicara. Kira-kira beginilah pembicaraannya.

S (Suami), D (Anak Penjual Donat)

S   : “Dek, berapa donatnya sebiji?”

D  :  “Dua ribu, Pak”

S  : “Bungkuslah 5 buah” (sembari memberikan uang Rp. 20.000) – artinya bungkus 20 buah – “Kamu, ga sekolah dek?”

D  : “Udah pulang, Pak. Sekolahnya tadi pagi.”

S  : “ Kelas berapa? Darimana dapat kuenya?”

D  : “Kelas 2, Pak. Mamak beli dari orang lain, dijual di rumah, pulang sekolah kubantu jual juga”

S  : “Bapak dimana?”

D  : “Bertukang. Ini Pak” (sambil memberikan plastik bungkusan)

saat dia mulai merogoh tas usang miliknya untuk mencari kembalian…

S  : “Sudah dek, ambil aja uangnya, baik-baik sekolah ya..”

Sekilas perbincangan itu tidak mengandung apa-apa dan bahkan mungkin tidak berarti, sampai satu titik suamiku mengatakan “Sayang, orang yang perlu kita bantu itu, orang seperti itu. Bukan yang masih sehat dan malas kerja tapi minta-minta. Jangan liat fisiknya, apalagi SARA nya. Mungkin Sayang belajar menutup rasa empati ke orang lain karena tuntutan kerjaan dan terbawa ke anak itu. Itu tidak boleh.Ingat aja, kita suatu saat pasti butuh bantuan nantinya.”

Berilah, dan kamu akan diberi…. karena ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu… – Papa JC –

It’s meaningful to me. Dimana seorang Rani yang dulu. Setiap melihat anak kecil bekerja selalu iba. Seorang Rani yang mudah menangis ketika melihat keadilan tidak ada pada hidup seorang miskin. Suamiku mungkin tidak bermaksud menegur ataupun mengingatkanku. Di saat yang bersamaan pun pidato upacara yang juga menyinggung tentang keberagaman dan tolong menolong terlintas di benakku. Jujur saja, Aku saat itu terpukul dan malu. Akan tetapi, Aku merasa wajib berterimakasih telah diingatkan. Tidak ada salahnya berbuat baik. karena apapun yang kita tabur saat ini, akan kita tuai nantinya. Kapan pun itu, darimana pun itu, oleh siapapun itu. Tuhan selalu mengingatkanku saat Aku mulai jauh lewat orang-orang di sekitarku. Yok, kita mulai peka lagi dengan lingkungan. Kita yang mengatur kehidupan kita. jangan biarkan kamu dikendalikan oleh dunia yang tidak mengenal kata peduli.

Aurel and Her Job (2)

Leave a comment

DUA PULUH TIGA.

Itulah hitungan bulan yang sudah dilewati Aurel di pekerjaannya. Belum bangunnya matahari sampai dengan rembulan menyambut, up and down arus kerja, panas terik matahari sampai dingin menusuknya hujan di lapangan sudah dialaminya. Pahit manisnya rekan kerja dan lingkungan sosialnya pun memberikan pelajaran tersendiri untuknya.

Jangan tanyakan kenikmatan yang dirasakan Aurel dalam bekerja. Pasti cewek periang itu akan menjawab “YA”. Dia begitu jatuh cinta kepada Direktur perusahaannya. Dia menganggap beliau adalah sosok Bapak yang tak pernah lelah mengajarkannya hal-hal baru dan menasihati serta memotivasinya ketika semangat kerjanya meredup. Ya benar. Terkadang rasa bosan menghampirinya ketika bekerja. Kenapa tidak? Karena apa yang dilakukannya saat ini tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun, yang membuatnya bertahan hanyalah ilmu baru yang selalu diberikan oleh Sang Direktur kepadanya. Dia sudah merasa nyaman bekerja ketika berada di bawah pemimpin yang mengayomi dan pemimpin yang adil. Maklum, ini adalah pekerjaan pertamanya.

Beberapa waktu belakangan ini, ada yang mengusik hatinya dan membuatnya merasa tidak nyaman untuk bekerja di perusahaan itu lagi. Banyak kejanggalan dan kesemena-menaan yang terjadi akibat sebuah jabatan dan harga diri. Dia sudah tidak dapat kembali mengambil ilmu dengan tenang di tempat itu. Dan perasaan itu semakin terlihat ketika Aurel mengetahui bahwa Direktur pujaannya akan pensiun. Habislah sudah harapannya. Dia tidak akan bisa berkembang lebih lagi ketika hanya orang-orang yang membawa kepentingannya masing-masing yang akan menduduki perusahaan itu. Aurel saat itu di bawah tekanan dan berusaha untuk tenang.

Tibalah pada satu titik Aurel menyadari keberadaannya. Dia menyadari bahwa dirinya masih muda dan punya kemampuan yang tumbuh di zaman sekarang. Seperti layaknya anak muda yang lain yang masih memiliki semangat yang menggebu-gebu, Aurel suka mencoba hal-hal baru apakah untuk mencari jati diri maupun untuk sekedar mencari kesenangan. Tapi bagi Aurel, percobaan akan hal baru kali ini adalah untuk mencari jati diri lewat pekerjaannya nanti. Tanpa mengganggu pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, Cewek kecil nan lincah itu mulai lihai meng-klik mouse komputernya dan keypad telepon genggamnya untuk mencari lowongan pekerjaan baru. Setiap ada lowongan yang baik dan memungkinkan sesuai keahliannya, dia langsung mendaftar. Waktu terus berputar dan kehidupan pekerjaannya semakin gelap di matanya. Dia terus mengikuti tes ketika ada perusahaan memintanya. Terkadang dia izin dari perusahaan tempat dia bekerja dengan sejuta alasan agar bisa mengikuti tes-tes tersebut.

wanita karierKehidupan seseorang tidak pernah ada yang tahu, dia bakal susah atau sukses. Karena semua itu sudah ditakdirkan oleh Sang Pencipta. Tibalah saatnya, 03 Januari 2016 saat semua orang masih merasakan euforia tahun yang baru, saat itu juga  Aurel mendapat kabar bahwa dia diterima di salah satu perusahaan pemerintah. Alangkah senangnya dia saat itu. Namun, ada yang membuatnya resah karena perusahaan tersebut memintanya untuk datang keesokan harinya pukul 08.00 untuk menadatangani kontrak dan penyerahan ijazah. Sementara waktu sudah pukul 08.00 malam. Tidak ada lagi kendaraan yang dapat menghantarnya lagi karena waktu yang ditempuh untuk dapat tiba di kota tempat perusahaan yang menerimanya itu adalah 12 jam. Aurel memberitahu berita itu kepada keluarganya bahkan keluarga besarnya yang sedang berkumpul di rumahnya saat itu. Setelah berkumpul dan berdiskusi, akhirnya Aurel memutuskan untuk menghubungi PIC perusahaan tersebut meminta untuk diberi kelonggaran waktu karena jarak tempuh yang harus dilaluinya agar tiba di tempat itu dan PIC tersebut memberikan informasi mengizinkannya untuk dapat menyusul. Satu permasalahan telah dilewatinya dan diselesaikannya. Dia mengakhiri hari itu dengan berdoa agar diberi kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan selanjutnya.

Permasalahan  kedua dan tahap yang paling berat dilakukannya adalah memberikan surat pengunduran diri kepada Direktur idolanya dan berpamitan. For your information,  Aurel belum mengetik surat tersebut sama sekali karena dia bingung bagaimana menuliskannya agar tidak menyinggung perasaan siapapun di kantornya (Aurel menyadari posisinya di kantor merupakan salah satu posisi penting). Bermain dengan waktu yang selalu berlari, Aurel harus menyelesaikan surat pengunduran dirinya karena dia harus berangkat sore hari agar tiba di perusahaan penerima keesokan harinya. Pukul 03.00 sore dia mengetuk pintu Sang Direktur dan dengan sedikit gugup dia memulai percakapan. Dia sepenuhnya tidak konsentrasi selama di ruangan itu karena ketakutan yang melandanya. Dia tidak merekam semua perbincangan dengan Direktur itu. Yang terkam kuat di ingatannya adalah

“Sekalipun kamu sudah pergi dari perusahaan ini, kamu sudah meninggalkan jejak dan itu sangan berarti untuk perusahaan. Banyak ilmu yang kamu dapat dari sini sekalipun Saya tidak selalu berbuat baik kepada kamu. Terima Kasih. Apapun yang kamu lakukan disana, jangan mengejar untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi, jadilah orang kaya yang sukses”

Saat itu, hati Aurel begitu haru. Ingin sekali rasanya memeluk Sang Direktur sebagai ungkapan terima kasih yang tidak terkatakan. Namun apa daya saat itu dia berada di kantor. Akan tetapi, di luar prediksinya, Sang Direktur menawarkan apakah Aurel ingin memeluknya untuk berpisah atau tidak dan Aurel mangatakan YA. Dengan langkah ringan, dia meninggalkan ruangan Sang Direktur dan berpamitan kepada semua manajer serta rekan lainnya karena hari itu hari terakhirnya bekerja. Banyak yang terkejut akan keputusannya karena tidak seorang pun yang mengetahui dia melamar pekerjaan lainnya. Dengan tersenyum, Aurel meninggalkan perusahaan itu dan mulai mempersiapkan diri bekerja di perusahaan baru.

Pukul 07.00 malam, bus yang ditumpanginya meninggalkan kota tempat dia dibesarkan, tempat orang tua yang dikasihinya tinggal. Dengan peluk cium dan lambaian tangan orang tuanya, cewek lincah dan periang tersebut beranjak pergi.

Setibanya di kota yang baru, kekasih Aurel telah menunggunya. Selain orang tua dan adik-adiknya, kekasih Aurellah orang yang mengetahui bagaimana perjuangannya dalam mengikuti tes. Kekasihnya yang dengan setia mengantar jemput setiap saat ketika tes akan dilakukan dan sampai akhirnya diumumkan lulus pun dialah orang yang tidak ketinggalan untuk diberitahukannya. Di perusahaan yang baru, Aurel langsung memasuki ruangan dan disana telah menunggu rekan-rekannya yang lain yang nasibnya sama dengan dia yang akan memulai debut karirnya di perusahaan tersebut. Singkat cerita, kontrak telah ditandatangani dan Aurel akan langsung bekerja di perusahaan tersebut. Dalam hati Aurel berkata “tidak salah saat ini Aku patut bangga jika pernah merasakan hidup yang susah, semua serba pas-pasan dan semua serba terbatas agar Aku tahu bagaimana melalui ini semua. GOODBYE YESTERDAY, HELLO TOMORROW”

Perjuangan baru dimulai. 07 Januari 2016, Aurel mulai bekerja sebagai karyawan baru di tempat itu.

31.536.000 detik..

Leave a comment

Sayang memang tumbuh di hati setiap orang. Termasuk aku, ada sayang yang aku rasakan karena ada kamu yang telah berhasil membuatku jatuh cinta. Termasuk kamu yang juga merasakan sayang karenaku. Semua itu terus tumbuh dan rasa itulah yang membuat kita (masih) bersama.

Kamu tidak datang dengan sebongkah janji manis yang membuat hatiku yang beku bak salju meleleh setelah musim berganti. Sampai hari ini kita lebih sering duduk bersisian sambil membicarakan banyak hal. Mulai dari bagaimana harimu, hal besar apa yang sedang terjadi di hidupku dan hidupmu, sampai sesekali kelakar soal rencana masa depan yang bagi kita terasa besar, menakutkan, tapi juga membuat penasaran.

Sekarang kita memang belum bisa punya apa-apa, tapi Tuhan masih mengizinkan bersama

Kita sama-sama tak berasal dari keluarga yang punya segalanya. Sejak kecil, kita dididik supaya punya bekal untuk “memapankan” nasib sendiri. Tak melulu mengandalkan orangtua dan orang lain ketika umur kita sudah dewasa. Karena itulah, kita tumbuh jadi dua individu yang tidak manja.

Di umur yang sekarang, kita belum punya banyak materi. Makan hemat biaya, kost pun di tempat yang sangat layak dibilang sederhana. Prinsip saat ini, uang lebih baik dikumpulkan untuk mematri masa depan nanti. Biarpun muda, kita tidak punya cukup uang untuk berfoya-foya.

Kita sudah cukup senang dengan kesederhanaan yang saat ini.

Sekarang kita sama-sama berjuang. Agar kebaikan di masa depan lebih lekas datang

Aku dan kamu sering saling mengingatkan agar kita sama-sama tak meremehkan pekerjaan — bagaimanapun, itu adalah tiket menuju kemapanan.

Tak pernah sebelumnya aku sehati-hati ini dalam pengeluaran. Mungkin karena aku akhirnya menemukan alasan untuk serius tentang masa depan. Terima kasih untuk tidak meremehkan kemampuanku untuk berjuang di sisimu. Terima kasih untuk tidak mencoba membuai dengan janji kamu akan memperjuangkan semuanya untukku. Terima kasih, kamu justru menghargai usahaku

Bisa diterima apa adanya jelas sebuah keberuntungan.

Bersyukur Aku Dikasih Kesempatan Berjuang bersamamu

Menemukan orang yang mau berusaha mengenalku lebih dalam adalah keberuntungan besar. Untuk ini kuselalu mengajukan syukur tiap hari. Kamu selalu mendampingi. Tak hanya membuatku jatuh hati.

Orang lain berhenti setelah hapal apa kebiasaanku setelah bangun pagi, apa yang kubeli jika tidak sempat keluar makan di siang hari, mereka merasa mengenalmu saat sudah sering menyesap harum khas dari balik telingamu. Tempat andalanku menyemprotkan wewangian memang di situ.

Kebalikan dari semua, kamu tetap rajin bertanya. Selepas kamu menghapal kebiasaanku di luar kepala, perjuanganmu tak berhenti sampai di situ saja. Aku bak buku best seller yang tak pernah selesai dibaca.

Aku Bukan Ketergantungan, Aku Menyayangi..

Hakikat sayang adalah memberi. Aku berusaha memberikan yang terbaik untuk hubungan ini, dan aku yakin kaupun melakukan hal yang sama. Karena itu, aku sadar aku bukan ketergantungan tapi menyayangi.

Aku tidak pernah merasa sepi, hampa, dan cemas. Rasa nyaman itu tidak pergi dariku. Aku tidak khawatir karena aku yakin rasa itulah yang membuatnya. Rasa itu membuatku menyadari untuk tetap menjalin hati untuk “percaya” dan “mengerti”. Karena untuk membuat ini bertahan tak hanya cukup kata, tapi komitmen dan perjuangan. Terbiasa sering bersama, justru bentuk hubungan yang banyak tantangannya. Dalam waktu yang sering dihabiskan bersama, kadang ada asa bosan yang mendera. Terbiasa dengan LDR, juga memproduksi tak kalah banyaknya tantangan. Dalam lorong waktu yang dilalui, akan ada komunikasi hilang tak tau kemana berlalu dibawa angin.

 

Untuk semua yang telah dilewati, Terima Kasih kuucapkan. Biarkan Yang Berkuasa akan hubungan ini, yang menjadi LEADER untuk kita ke depannya.

I love u.

 

26th, Why Not?

Leave a comment

After passed your mid-20s, don’t you think it’s embarrassing to tell people how old you actually are. Your community, your circumstance makes it! Not for me. I do not get it and for sure I do not buy it.

Hi! ‘am tell you, I’m 26 today, and I’ve been thinking : does it disappointed me that I wouldn’t be able to say I’m in my early 20s anymore? Does it scare me that in four years I’d be 30?

Environment makes you think getting older is not something to look forward to. Let’s say I am mostly in people who are older than me. That’s make you sometimes do not realize that you are rising to get older. Having jokes tossed around about something weird and even not all people know what’s it talking about is like having the knowledge of the moon rising in the day (say what). And suddenly you realized you are old at this moment and just can say “what??kkk 😛 “

I surprised myself with the conclusion I’ve drawn from thinking this bright day.

I’m really realized today, I’m growing up, and I’m not kiddos, teenager or whatever below mid-20s. I don’t know about most people, but I’ve come to actually like growing up and reached a point where I’m actually looking forward to getting older.

Sooooo, what is the issue with getting older actually?

Am I more tend to stress now? Yes, cause I have a lot more responsibilities (u say dude) and things or people to worry about.

Is it that me wouldn’t be having as much fun as when I was younger? Am I having less fun than when I was, say, 25? 20? 17? 12? NOPE. I look back at all my past days til now, and I don’t think I’ve had any less fun in my life than when I was a kid, even I can enjoy my life at this moment. I now can make decisions for myself, I can choose friends even boyfriend without much interruption (say whaat?), I can go places that I usually would have to depend on my parents to go to, I still laugh a lot, I can now play without having to come home before maghrib so that ghosts don’t kidnap me* (this what my parents said -_-). Yeaah. I am actually more excited about my life and more aware of my happiness.

Is getting older annoying because you think you haven’t accomplished that much yet, and you’re not getting any younger? (Yes sometimes). Again, I reached a point that I shall not be too hard on myself. Don’t you think no one’s expecting you to stop climate change after you get out of college. No one’s pointing fingers at you if you still haven’t found that solution for stopping corruption after college. Everything has their own time, do not push it. Just think the time is not coming yet. If soon’s your deadline, then by the time you have everything, you’re probably already lying in a hospital bed. Dying. Because of exhaustion. And stress. And not even having enough fun.

Is getting older appalling because it comes with the “aging” bonus? First of all, it’s not like there are no ways to handle the problem. For example, If I don’t want wrinkles, sagging, and whatnot from inviting themselves to my skin, I should take on a healthier lifestyle and better skin treatment. A lot of people look amazing in their 40s and 50s, and not just celebrities. Seriously, next to having to prepare for your pension and all that, worrying about ageing is like worrying that the other kids would laugh at your new haircut in elementary school. It’s actually… not as big as your mind make it to be.

Once, what’s the big deal with getting older?

Growing up means entering stages of life I couldn’t enter when I was younger. Establishing my career, getting married, having my own car and home, and more. New challenges, new adventures, definitely more happiness.

I do not want to be hypocrite. I do fear about getting older. Trust in people. This year let’s say is a tough year for me and more in my career. Once you grow older, you see more clearly how much bull**** a lot of people (in my exp. special for my office-mates) are throwing out of their mouths and through their actions in order to save themselves. Though I always believed that every person has a good side to them, it’s hard to accept that there are people who’ve lost it over greed for money, position, and lust. But meh. That’s human, I guess, and there’s nothing I can do about it.

I’m turning to get older. I’m 26th and I ain’t even mad. 🙂

Happy birthday to me and everyone who celebrates it in December!

*) in the place where I grow up, adults would sometimes tell stories of ghosts kidnapping kids that are still playing at night, in order to make the children scared of wandering outside when it’s already dark.

A Little of Sarcasm

Leave a comment

Apa sebenarnya batasan egois?

Apa karena kau mempertahankan sesuatu yang pada dasarnya memang benar (memang benar!) kau masuk ke dalam kategori egois?

Apa karena kau bertahan diam terhadap sesuatu yang tidak kauperbuat, kau diklasifikasikan sebagai manusia egois?

Apa karena caramu menjawab yang memang lugas, kau dikatakan egois?

Apa karena pembawaanmu yang memang pada dasarnya pendiam dan tidak mau mencari masalah, kau disebut egois?

Tidakkah kalian sadar, perkataan kalian yang menyudutkan itu bukti keegoisan kalian?

Tidakkah kalian sadar, perbuatan kalian yang congkak itu gambaran sesungguhnya keegoisan?

Tidakkah kalian sadar, senyuman munafik kalian itu wujud keegoisan?

Tidakkah kalian sadar, maaf yang tak tulus dari kalian itulah nyata bentuk keegoisan?

-cheers-

HUJAN

Leave a comment

Aku bersyukur sekali aku salah satu dari sekian banyak orang yang menggemari hujan. Entah kenapa aku senang dengan bau tanah yang terhirup saat hujan turun. Aku senang dengan tetesan-tetesannya yang aku tampung di kedua telapak tanganku. Aku senang saat percikannya mengenai mukaku. Aku senang dengan hujan. Sewaktu kecil, ketika hujan turun aku akan merengek untuk keluar agar dapat bermain hujan di halaman rumahku. Tentu saja tidak selalu diberikan izin, namun diam-diam aku akan selalu keluar. Ketika pulang sekolah hujan, aku akan bermain dengan teman-temanku walaupun guru-guru di sekolahku melarang. Kesenanganku akan hujan agak sulit untuk aku deskripsikan. Ahhh, aku beruntung tinggal di negara tropis yang pasti ada musim penghujannya.

Bagiku hujan punyak banyak cerita. Dia bisa menemaniku di setiap kisah perih ataupun senang. Dia bisa menutupi air mataku ketika aku bermain dengannya. Ya, aku percaya bahwa di dalam hujan terdapat lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu sesuatu. Nada yang selalu mengumandangkan setiap hentakan detik kisah yang dilalui.

Hari ini, hujan menemaniku pulang. Kami berjalan beriringan, bertepukan sesekali, berbagi cerita dalam diam, bertukar tanya dalam heningnya resah hati. Mantel hujan, payung, kurasakan bergerak dalam tasku dan kuacuhkan. Sore ini, aku mau memiliki quality time bersama hujan, aku tak mau menduakan sang hujan.

Hujan menggodaku, Ia bersenda gurau denganku. Dia menggelitik lenganku, mukaku dengan basahnya. Dia seolah berusaha untuk menutupi pilu yang mau tak mau melekat pada namanya. Bahkan aku meneriakinya dengan lembut “Bahkan sebelum tetes pertamamu jatuh dari mendungnya langit, orang-orang sudah kau buat gusar, jan”. Dia pun semakin mmemebrikan irama keras dalam tetesannya dan semakin membuat basah tubuhku, membuat hujan semakin sendu.

Sepertinya hari ini hujan sedang tidak ingin bercanda. Ia seolah menggerutu “Lalu, buat apa aku ada?” Ia memainkan rambutku dengan dinginnya dan hembusan menggigil angin, sahabatnya. ‘Padahal selama ini banyak orang menyerukan agar aku hadir.’

*ya, aku ingat. Umat di sekitarku sangat menantikan kedatangan hujan setelah berbulan-bulan ditemani oleh asap. Mereka menangis, berseru, berteriak agar hujan, sahabatku, segera datang. Sedih saat sahabatku hujan tak kunjung datang menghampiri umat yang telah sekarat akibat tangan orang tak bertanggung jawab*

Aku tertawa nakal kepada hujan seraya berkata ‘Hei. Jangan marah. Setidaknya hari ini kau menyegarkan hati satu orang, AKU!’ Kuhela nafas panjang dan membentangkan tanganku menandakan aku bahagia saat ini, ketika hujan datang bermain denganku, membawa pilu hati dan mengobati kesedihan selama ini. Meski sebagian diriku tak seutuhnya mengerti akan semua hal yang terjadi. Kuhela nafas dalam-dalam dan dengan gagah mengatakan:

‘Takkan aku berpaling ke belakang lagi, karena masa depanku takkan ada jika aku tetap disana.’

Kudengar suara tak percaya dari hujan. Aku tahu dia tak mengerti maksudku, karena aku belum mengatakan detail kepadanya.

Terkekeh aku mengatasi bingungnya. “Sudahlah. Aku tengah bersemangat menanti masa depan indahku. Aku senang hari ini kau menemaniku, hujan. Meskipun sebentar lagi mungkin aku sakit karena tetesanmu yang menyentuh aku.”

Sejak detik ini aku mau melihat cahaya itu,
dan bukan gelap…
Jikalau mereka tak dapat membuatku melihatnya,
mungkin karena di persimpangan ini, jalur yang kami lewati berbeda.

887e43839339af9ae2ff5b06b4bb4626

It’s About Words

Leave a comment

WordI just look forward for “tongue” in my bible. I found about 133 words within it. They are not less, they are many! Why I talked tongue? Tongue is our controller. It seems small part compare to whole our body part. However, it can make something bigger that you never imagined. It can make you wake up from you slumber. It can make you have a biggest problem in your life, either good or worst. It can produce either nice or bad expression what your head thinking. It can produce WORDS!

The thing about being human is that you can’t always see the consequences of your words and actions on other people’s lives. Absolutely, you can continue your life happily, while on the other side, this or that person is suffering because of your poor choice of words or actions. You don’t know that he/she is now falling into depression. You don’t know that he/she is now losing sight or motivation for the future. You don’t know that he/she is now contemplating suicide. Even, until your rest of life, you never realized it! Can you imagine the strength of the words that come from your tongue?

But for sure, you can’t be blamed. CAN’T. You’re just human same with me, right? You don’t know, you didn’t know that not all people are ‘strong’ like you. So, life goes on for you. Unfortunately, maybe not for those other people. But maybe that’s their problem.

We do not want to look for who can be blamed. However, do not you think once in your life you are in the same place with those other people? Could you mind to share how you can deal with that? The only thing, please just watch out everything that comes out from your mouth. It can be both hurt people or enjoy them.

*The mouths of the righteous utter wisdom, and their tongues speak what is just.

Cerita Jari Di antara Keyboard Hari Ini

Leave a comment

Saat menuliskan blog ini, tidak ada satu kata pun yang tersirat di benak Saya, seseorang yang sebenarnya sudah lama sekali untuk menggoreskan beberapa kata dan berbagi dengan yang lain. Hanyalah jari-jari ini yang dengan cekatan menekan huruf-huruf di keyboard hitam kusam ini dan menekan tombol delete berkali-kali.

Saat menuliskan blog ini sebenarnya hati Saya sedang ‘tidak enak’. Entahlah apa penyebab pastinya. Saya pun tidak tahu. Yang Saya tahu pasti ini terjadi karena akumulasi beberapa bulan terkahir ini dan keadaan jenuh ini yang tak kunjung berlalu. Sampai akhirnya Saya menemukan kata ‘muak’ sebagai langkah awal Saya untuk mulai tidak dengan sigap menghapus huruf-huruf yang telah diketik.

Masih kuingat jelas saat pertama kali kujejakkan kakiku pada ujung helai rambutmu. Ya, kaupun tidak terlalu akrab dan ramah menyapaku. Debu-debu jalanan hempasan mobil raksasa menerpa mukaku, mataku yang terbakat panasnya semburanmu membuat sengatan mendadak untuk tubuhku. Sungguh tidak ramah! Saat itu aku tidak sanggup untuk berkata menjauh darimu, karena kaulah yang memanggilku untuk pulang dan bertemu keluargaku. Keluarga tempat aku bercengkerama, keluarga tempat aku menangis, keluarga tempat aku marah, dan keluarga tempat aku tertawa.

Aku tak istimewa dan aku yakin kau sangat tahu itu. Tapi bagiku, kau istimewa! Percayalah. Aku selalu percaya kalau setiap butir keringat dan linangan air mata dari diriku adalah detektif untukmu yang akan mengabarkan dengan jelas seluruh jejak langkah dan rasaku. Kau pasti tahu bahwa aku tak punya segudang prestasi yang membanggakanmu, medali-medali yang menyilaukan mata yang mengharumkan namamu, ataupun piala-piala yang diagungkan seperti saat para pemenang mengangkatnya dengan bangga. Hanya bermodalkan seonggok mesin bergerak yang mengantarkanku ke tempatmu, juga secercah pola pikir positif yang mrnjadi andalanku ketika kau menjamu dan mengajariku banyak hal.

Bagi seorang gadis yang terhitung pendiam, pemalu, tapi dengan sekelumit harapan tersisa. Kurasa kau tak ramah. Bayangkan! Kau dengan segudang senyuman dan sapaan palsumu, kau ajari anak gadis nan polos ini mencintaimu. Namun, tak seperti sinetron yang penuh omong kosong itu. Cinta yang kau ajarkan sesungguhnya unik di saat benih amarah benci dan tangis itu ada. Kau tidak memberikan pelukan hangat untukku. Daun-daunpun tak kutemukan bergesekan, burung-burung pun tak bernyanyi dengan merdu selama aku di sini. Katamu bersabarlah! Temukanlah cinta di setiap ban yang bergantian menindih jalanan, di antara dengungan mesin-mesin yang sahut-menyahut. Bukankah ada jijik yang menghampiri saat kuliat pejuang setiamu berkata-kata kasar? Apa iya cinta menimbukan kejijikan? Kau diam! Tidakkah kausadar kau kejam?

Namun, tak butuh waktu lama untukku untuk menguak pilu hati ini. Roda waktu yang berputar ternyata di pihakku. Tiap detakan detiknya menguak kemunafikan yang ada. Ban yang berputar kini telah mengeras bercampur besi. Debu panas pun sekarang semakin menyakitkan rasanya. Kau yang pernah berkata bahwa cinta dimana-mana, sekarang terdiam senyap. Hendakkah kau ralat ucapanmu? Pekikan matahari semakin menyayat tubuhku, adakah itu juga cinta yang seperti kau katakan?

Sekalipun kau begitu menyakitiku. Sekalipun kau telah menabur benih-benih benci di hatiku. Sekalipun kemunafikan dan senyum palsu masih dan akan terus mewarnaimu. Sekalipun tonggak kekuasaan selalu menjadi incaran di dalammu. Sekalipun zona tawa dan sayat pilu hatiku berhasil kau kuakkan.

Sedihkah aku? Oh, kuralat. Layakkah aku untuk bersedih? Aku tak tahu. Jika standar sebuah kesedihan hanya mampu dinilai melalui banyaknya air mata yang mengadu pada tanah, itu tidak akan adil untuk tawa yang pernah juga kau jamukan buatku. Namun, aku tetap mencintaimu. Kau memberiku ajaran mengenai apa itu bertahan. Kau menyuguhkan aku apa itu makna kesetiaan. Kau melukiskan padaku apa itu kerja sesungguhnya. Kau membisikkan padaku apa itu cinta. Ntahlah. Yang aku yakini, kesedihan seringkali tak mampu melukiskan besarnya sebuah kehilangan.

Aku hanya menyesal tak mampu menahan laju tuamu. Tak mampu melindungimu dari keserakahan mereka yang meneguk rakus kemolekan dirimu. Aku merasa durhaka membiarkanmu semakin terperosok, tak bisa berbuat banyak. Aku merasa tercekik melihat kau dipenuhi oleh mereka yang munafik. Namun sepertinya aku memang belum mengenalmu lebih dalam karena kau tetap sukacita menawarkan cinta padaku. Kau semakin menyiksaku sebenarnya dengan cara ini.

Aku sedang berpikir dan bercengkerama dengan hatiku, berangkat menuju keseriusan. Apakah aku harus meninggalkanmu dengan segala polemik ini. Jika aku harus pergi, tolong jangan buat aku merindukanmu dengan sangat dalam. Karena memang sepertinya kita hanya berjodoh secara lahiriah. Namun, kau memberikan aku benih untuk aku tabur di tempat aku berjalan nantinya. JIka aku bertahan disini, mungkin karena kau meralat semua perkataan cintamu dan memberiku alasan yang cukup kuat untuk tidak menggoyahkanaku berpindah mengembara lagi. Karena Kata Bapak Abraham Lincoln, aku harus memastikan bahwa aku berdiri di tempat yang mengembangkan diriku dan benar sehingga aku bisa bertahan dengan gagahnya.

WP7

Semoga kelak kau kembali berkilau di antara zona hijau dan semburan mataharimu benar-benar ramah menyambutku.

Oh ya, perkenalkan.

Dia Kota Tempatku dibesarkan. Dia tempat aku pertama kali mengenal kata Direktur.

Aurel and Her Job (2)

Leave a comment

Hari pertama Aurel bekerja, dia langsung diajak meeting oleh Presiden Direktur dan makan siang bareng. Sebenarnya Aurel risih dengan hal ini. Dia merupakan karyawan yang baru banget di kantor dan makan bersama presiden direktur, tamu kantor, dan sekretaris (untungnya Ria adalah sekretarisnya dan Aurel mengenalnya) merupakan hal yang tidak lumrah dan akan mengundang gossip d kantor.

Bekerja sebagai karyawan wanita di WWTP, dengan kepribadian Aurel yang sebenarnya keibuan dan sangat lembut, adalah berat baginya. Sekalipun dia dikatakan teman-temannya sebagai seorang wanita yang mandiri dan pekerja keras (Aurel dijuluki Miss Independent oleh teman-temannya. Teman-teman Aurel korban lagu Ne-Yo sepertinya), pekerjaan ini sudah berkali-kali membuatnya menangis dan hampir menyerah. Tiga bulan bekerja di perusahaan tersebut tepatnya 19 Mei 2014, ya walaupun perusahaan ini tidak sesuai dengan latar belakang dan kemampuan yang Aurel miliki, tetapi Puji Tuhan Aurel berhasil melewati masa probation dan ditetapkan sebagai karyawan tetap. Sebelum diangkat sebagai karyawan, Aurel ditugaskan untuk mengikuti training ke perusahaan yang satu grup dengan perusahaannya di luar kota. Shock sekaligus bangga dan terharu, sepulangnya dari training Aurel diangkat menjadi karyawan tetap dan diangkat menjadi seorang Eksekutif (di perusahaan tempat dia bekerja, Eksekutif sejajar dengan Superintendent dan di tempat lain dikatakan staff). Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Aurel tidak pernah mengharapkan hal ini. Karena kekecewaannya di awal saat wawancara, Aurel tidak mempermasalahkan gaji dan jabatan. Dia hanya menjadikan pekerjaan pertamanya ini menjadi pelajaran untuk bergerak dan melompat ke pekerjaan yang lebih baik. Dengan diangkat dan dipromosikannya Aurel menjadi seorang eksekutif dan gaji yang sama seperti yang dia harapkan saat awal wawancara, Aurel kini semakin meyakini dirinya bahwa perusahaan ini harus menjadi tempat dia belajar. Sekalipun nantinya dia keluar dari perusahaan ini, dia tidak dengan tangan hampa seperti dia masuk. Aurel bekerja dan melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Aurel masih tetap sama, baginya gaji bukan yang menjadi prioritas. Dengan umurnya yang masih muda, dia harus banyak belajar demi karirnya yang lebih baik.

Kini setahun sudah berlalu sejak Aurel bekerja dengan jabatan yang baru. Mudah? TIDAK! Sama dengan sebelumnya, banyak hal yang membuat dia jatuh juga. Mulai dari pekerjaan yang semakin berat (tentu saja, kan semakin tinggi jabatan semakin besar tanggung jawa. Begitu idealnya, apalagi Aurel adalah wanita yang termasuk perfeksionis), kehidupan sosial kantor yang tidak sesuai dengan kepribadian Aurel dan benar-benar berbeda dengan lingkungan sosial yang selama ini Aurel jumpai, karakter masing-masing karyawan yang aneh dan berbeda, selisih paham dengan atasan dan anggota lain, bahkan selisih paham dengan Ria. Semua bisa menjatuhkan Aurel di waktu yang sama. Rasa jenuh kadang menghinggapi Aurel. Dorongan untuk meninggalkan kantor dan mencari lingkungan pekerjaan yang baru juga terkadang muncul. Keinginan untuk melanjutkan sekolah lagi pun ikut serta dalam mengobok-obok hatinya saat Aurel stress.

Namun, apa yang terjadi? Aurel masih tetap di perusahaan yang sama. Aurel tidak mau menyesali semuanya. Terkadang susah baginya untuk bersyukur dengan keadaan di perusahaannya. Akan tetapi, Aurel terus berusaha menjadi Aurel yang sama, yang mau belajar. Masih dengan prinsip yang sama, tidak menjadikan gaji di atas segalanya. Namun, selama diberi kesempatan belajar dan diasah, Aurel akan bertahan tidak tahu sampai kapan. Aurel selalu berusaha untuk memiliki hubungan baik dengan siapa saja (walaupun terkadang sulit diterima ketika Aurel pernah “menegur” orang di lapangan saat bekerja), Aurel tetap melakukan kewajibannya dengan maksimal, dan Aurel harus tutup telinga dengan kata-kata negative yang datang menghampirinya.

Aurel tidak tahu kemana langkah selanjutnya dalam karir yang sedang ditapakinya, namun dia yakin kemanapun dia nanti, itu sudah ada dalam “Master Plan” Sang Arsitek dan dia tidak takut karena dia telah belajar dan sedang belajar di tempat dia bekerja saat ini. Dia memang pernah terjatuh, tapi mungkin tidak terlalu dalam. Akan tetapi, bukankah jatuh merupakan hal yang harus dilalui baru kita berhasil naik sepeda? Bukankah jatuh dulu baru seorang balita bisa berjalan dengan lancar? Jatuhlah, tapi jangan lupa bangkit!

index4

-SELESAI-

Older Entries